PENDAHULUAN
Dalam dunia
industri kita membutuhkan material yang kuat untuk suatu produk, material yang
keras sangat menentukan kualitas produkyang kita buat, salah satunya dengan
cara melakukan perlakuan termal pada logam tersebut.
Untuk
mengetahui sifat kemampuan keras dari logam dipanaskan dilakukan pendinginan
dengan cara di semprotkan air pada ujung spesimen dan dilakukan uji keras.
Dalam
perlakuan panas (Heradening) jika laju pendinginan tepat yang tepat. Dapat
menghindari terjadinya perlit dan genit. Maka kekerasan yang diperoleh setelah
quencing pada dasarnya tergantung pada kadar karbon dan basa. Kadar karbon yang
dimaksud adalah kadar karbon yang austenit. Kadar karbon yang tetap berubah
senyawa atau karbida pada saat temperatur austenit. Kadar karbon yang tetap
tidak akan ikut dalam reaksi pembentukan martesit.
Faktor
yang mempengaruhi sifat mampu kerassuatu material adalah :
1. Kecepatan Pendinginan
Setelah
logam dipanaskan lalu dilakukan pendinginan cepat.maka logam akan menjadi
semakin keras proses pendinginan material dapat dilakukan dengan beberapa cara.
2.
Komposisi kimia
Komposisi
kimia merupakan hasdebility by band, karena komposisi material menentukan
struktur dan sifat material. Semakin banyak unsur kimia yang menyusun suatu
logam, maka semakin keras logam tersebut.
3.
Kandungan karbon
Semakin
banyak kandungan karbon dalam suatu material, maka semakin keras material
tersebut. Hal ini menyebabkan bagian karbon tinggi memiliki kekerasan yang
tinggi setelah peroses pengerasan, karena akan membentuk material yang memiliki
kekerasan yang sangat tinggi.
a.
Hardenelity
Dalam proses
perlakuan panas (hardening)jika laju pendingin pada proses quencing tidak
kurang dari laju pendinginan yang tepat dapat menghindari terjadinya
transpormasi menjadi perlit atau bainit. Maka kekerasan yang diperoleh setelah
diquencing pada dasarnya tergantung pada kadar karbon dari baja kadar karbon
yang dimaksud adalah kadar karbon yang larut dalam autenit.
Kadar karbon
yang tepat berupa senyawa atau karbida pada saat temperatur austenit tidak akan
ikut dalam reaksi pembentukan martensit. Jadi tidak merambah kekerasan
martensid atau astenit akan lebih keras jika kadar karbon yang larut dalam
austenit semakin banyak. Bilah laju pendinginnan kurang dari laju pendingin
kritis atau CCR maka martensit yang terbentuk akan berkurang sehingga akan
mengurangi kekerasan yang tercapai.
Kurva pendingin
1 menggambarkan pendinginan yang sangat lambat, baja akan mulai bertraspormasi
menjadi perlit pada titik x dan selesai pada x karena transformasi berlangsung
pada temperatur tinggi.
Kurva pendingin
2 menggambarkan pendinginan seperti isotherma annaling. Proses ini
dilakukan dengan mendinginkan secara cepat sebesar temperatur dibawah
temperatur krisis.
Gambar Kurva Pendingin |
Kurva pendingin 3
menggambarkan pendinginan yang agak cepat seperti pada normaliting dari
transformasi dimulai dan selesai pada temperatur yang berbeda sehingga akan
diperoleh perlit dengan butiran yang berfariasi yang terjadi pada temperatur
rendah akan lebih halus. Perlit yang lebih halus akan di hasilkan dengan kurva
pendingin 4 yang lebih cepat lagi seperti pada
quench.
Kurva
pendingin 5 yang cukup cepat transpormasi menjadi perlit mulai lebih cepat dan
akan berhenti ketika kurva transpormasi 25% sehingga setelah akhir transpormasi
akan diperoleh 25% perlit halus dan 75% martensit.
Kurva
pendingin 6 menggambarkan pendinginan yang sangat cepat seperti pada water
quench tidak terjadi transpormasi sebelum mencapai temperatur maksimum
transformasi selesai pada setruktur keseluruhan martensit. Martensit dapat juga
dicapai dengan laju pendinginannya harus seperti kurva pendingin 7.
Bilah lebih lambat akan
ada sebagian perlit karena itu adalah laju yang paling cepat menghasilkan 100%
martensit disebut laju pendingin kritis atau critical cooling rete (CCR).
Untuk
baja karbon bainit dapat diperoleh apabilah dilakukan pendinginan secara
isothermal, seperti pada kurva pendinginan 8. Cara ini dilakukan pada peroses
Austemperinghubungan antara kekerasan baja setelah di quench dengan kadar
karbon dan jumlah martensit seperti gambar dibawa ini.
Gambar Hubungan Antar Kekerasan |
Kekerasan yang dicapai
setelah pengerasan (hardenibility) hendaknya tidak disamakan dengan konsep
hardenibility (sifat mampu keras) karena hasil kekerasan tinggi belum tentu
hardenebility baik, hal ini karena kekerasan yang dicapai hanya pada permukaan
saja.
Hardenelibity
adalah kemampuan baja untuk dikeraskan dengan membentuk martensit. Suatu baja
dikatakan mempunyai hardenelibity tinggi bila baja tersebut memperlihatkan
tebal pengerasan (deep of bordenig) yang besar atau dapat mengeras.
Isi gambar
kedalaman kekerasan
Ketika baja
mempunyai kekerasan maksimum (pada permukaan) yang hampir sama, tetapi A1
S1 O2 memperlihatkan distribusi kekerasan yang
meratasedangkan A1 S1 W1 yang menjadi keras
yang hanya pada lapisan permukaan saja. Dikatakan baja A1 S1 W1 yang menjadi keras yang hannya pada
lapisan permukaan saja. Dikatakan baja A1 S1 O2 mempunyai
hardenbility yang tinggi sehingga W1 paling rendah.
Kedalaman Baja A1 S1 O1 Setelah Diquench Dengan Ukuran Yang Berbeda |
Turunan kekerasan pada bagian benda yang lebih dalam karena laju pendingin lebih rendah dari pada CCR. Sehingga apa bilah laju pendingin lebih rendah dari pada CCR maka martensit yang terbentuk kurang dari 150%. Dengan demikian kekerasan akan lebih rendah.
b. Jominy
Hardenebility Test
Test ini disebut
juga Test End Quench Hardenebility Test. Karena pada pengujian digunakan
spesimen berbetuk batang silinder yang berdiameter 25 mm, panjang 100 mm yang
quench pada satu ujung. Dibagian bawah terdapat nozzle berdiameter 12,5 mm
untuk menyempurnakan air pendingin dengan tinggi pancaran bebas 65 mm. Jarak
antara ujung spesimen diletakkan pada ujung demogen.
Sepesimen dipanaskan pada temperatur austenisasinya dengan
holding time sebesar 30 menit, lalu diambil dan dimasukkan dengan cepat
kelubang pemegang pada alat jominy dan disemprotkan dengan air pendingin pada
ujung.
Gambar Skema Proses Jominy Test |
Setelah
sepesimen dingin lalu diukur kekerasan sepanjang sisi solandrit dan hasilnya
diproses pada grafik kekerasan dan ujung quench (Jominy Distance) setiap titik
pada suatu spesimen dianggap sama untuk titik yang lain.
Gambar Kurva Kekerasan VS Jarak Pada Jominy Test |
C.
Pemakaiyan
Heardanebility
Untuk study
proses quenching dan ukuran benda tertentu. Baja dianggap meiliki Hardenebility
tinggi. Bilah setelah di quench akan mengalirkan setruktur martesit (90%) pada
arah intinya dan dikatakan memiliki Hardenebility tinggi akan memberikan
keuntungan untuk membuat benda kerja yang berpenampang besar yang akan
dipanaskan sampai keintinya, biasanya pada perkakas karena perkakas harus cukup
kaku.
Gambar Skema Proses Jominy Test |
Comments
Post a Comment